u n me

u n me

Sabtu, 22 Januari 2011

Sefotaksim
1.      Struktur Kimia :


Putih atau sedikit kuning, higroskopis, serbuk. Larut dalam air, sedikit larut dalam methanol. 10% larutan dalam air memiliki pH antara 4,5 dan 6,5
Sefotaksim merupakan golongan antibiotic sefalosforin generasi ketiga. Sefalosforin sendiri terdiri dari 3 generasi yang didasarkan pada aktivitas antimikrobanya yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya

2.      Mekanisme Kerja :  Seperti halnya antimikroba betalaktam lain yakni Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein - penisilin (penicillin-binding proteins-PBPs) yang selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik (autolisin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat.

3.      Aksi antimikroba
a.       Spectrum aktivitas. Diantara bakteri gram-negatif, sefotaksim aktif melawan kebanyakan Enterobacteriaceae, termasuk Eschericiae coli, Klebsiella sp, Salmonela, Seratia, Shigella, dan Yersinia sp.
Sefotaksim juga aktif melawan beberapa bakteri anaerobic. Bacteroides  fragilis mugkin sensitive, tetapi kebanyakan srain resisten.
b.      Resistensi
Resistensi mungkin terjadi selama penggunaan sefotaksim dalam hal depresi kromosomal termediasi beta-laktam, dan dilaporkan pada bakteri Enterobacter sp, dan Pseudomonas sp.

4.      Penggunaan dalam terapi / tata cara  : Sefotaksim adalah antibakteri sefalosforin generasi ketiga yang digunakan untuk perawatan infeksi, yakni :
a.       Gonorrhoe. Sefotaksim merupakan regimen alternative untuk mengobati Gonorrhoe jika pemberian seftriaxone tidak memberikan efek. Diberikan secara IV dengan dosis 1 g setiap 8 jam
b.      Pada perawatan sinusitis akut, untuk orang dewasa 200-400 mg 2 x sehari, sedangkan untuk anak-anak 8 mg/ hari aau dosisnya dapat dibagi 2
c.       Pneumonia. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Klebsiella pnemoniae yang dapat diobati dengan pemberian sefotaksim
d.      Meningitis: 1-2 g IV/IM  tiap 8 jam
e.       infeksi tulang  IV 1-2g / IM  tiap 8 jam
f.       Gonococcal urethritis: 0.5g IM x 1 dose Gonokokal uretritis: 0.5g IM x 1 dosis
g.      Infeksi saluran pernafasan : 1-2 g IV/IM  tiap 8 jam
h.      Bacterial peritonitis: 1-2g tiap 8-12 jam

5.      Dosis
• Infant dan anak –anak :
   1-12 bulan : I.M., I.V. : <50 k : 50-180 mg/kg BB/hari dibagi dalam dosis setiap 4-6 jam.
         Meningitis : 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam dosis setiap 6 jam

      • Anak > 12 tahun dan dewasa :
  Infeksi tanpa komplikasi : I.M., I.V. : 1g setiap 12 jam.
  Infeksi sedang-parah : I.M., I.V. : 1-2 g setiap 8 jam.
  Sepsis : I.V. : 2 g setiap6- 8 jam.
  Infeksi yang dapat mengancam hidup : I.V. : 2 g setiap 4 jam
  Preop : I.M., I.V. : 1 g , 30-90 menit sebelum pembedahan.

     • Pengaturan dosis pada penurunan fungsi ginjal :
  CLCr 10-50 mL/menit : Diberikan setiap 8-12 jam.
  CLCr 10-50 mL/menit : Diberikan setiap 24 jam.

      • Pengaturan dosis pada penurunan fungsi hati :
   Mengurangi dosis moderat

6.      Sediaan
·         Infus Sebagai Sodium Dilarutkan Dalam D5W 1 g (50 ml), 2 g (50 ml)
·         Injeksi Bentuk Serbuk Untuk Dilarutkan, Sebagai Sodium 500 mg, 1 g, 2 g, 10 g, 20 g
·         Claforan 500 mg, 1 g, 2 g, 10 g 

7.      Farmakokinetik :
Sefotaksim diberikan dengan injeksi sebagai garam natrium. Ia secara cepat diabsorbsi setelah injeksi IM dan berarti konsentrasi puncak plasma 12-20 mikrogram/mL yang telah dilaporkan 30 menit setelah dosis 0,5 dan 1 g sefotaksim. Waktu paruh plasma dari sefotaksim kira-kira 1 jam. Waktu paruh meningkat pada balita  dan pasien dengan beberapa kerusakan ginjal. Efek penyakit hati dari sefotaksim dan metabolitnya bervariasi, tapi secara umum penyesuaian dosisnya tidak harus dipertimbangakan secara cermat. 40% sefotaksim dilaporkan berikatan dengan protein plasma.
Sefotaksim secara luas didistribusikan alam jaringan tubuh, konsentrasi terapetik diterima dalam CSF terutama ketika terjadi meningitis. Sefotaksim menyilang plasenta dan konsentrasi rendah telah dideteksi ada pada air susu.

8.      Efek samping
Efek samping yang paling sering terjadi, gejalanya mirip dengan reaksi alergi yang ditimbulkan oleh penisilin. Reaksi  mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi pada pasien dengan alergi berat,  sedangkan pada  alergi penisilin ringan atau sedang kemungkinannya kecil. Dengan demikian pada pasien dengan pasien alergi penisilin berat, tidak dianjurkan penggunaan sefalosforin atau kalau sangat diperlukan harus diawasi sungguh-sungguh.
Sefalosforin spectrum generasi ketiga memiliki potensial untuk kolonisasi dan superinfeksi dengan organisme resisten seperti Pseudomonas aeruginosa, Candida, enterococci, pada daerah yang bervariasi dalam tubuh, meskipun secara umum menjadi rendah dengan sefotaksim. 

9.      Kombinasi :
Sefotaksim biasa digunakan dengan aminoglikosid sebagai sinergi melawan bakteri Gram-negatif, tetapi obat harus diberikan secara terpisah. Sefotaksim biasanya digunakan dengan obat beta laktam lain untuk memperluas aktivitas spectrum. Sefotaksim juga digunakan dengan metronidazol dalam perawatan infeksi  campuran aerobic dan nonaerobik

10.  Kontrindikasi
hipersensitif terhadap penisilin, riwayat penyakit pencernaan, terutama kolitis, kerusakan ginjal 

11.  Interaaksi
Dengan Obat Lain : 
         • Probenecid dapat menurunkan eliminasi sefalosporin sehingga meningkatkan konsentrasi sefalosporin dalam darah.
        • Kombinasi Furosemid, Amonoglikosida dengan Cefotaxim dapat meningkatkan efek nefrotoksik
Dengan Makanan :  -
Pengaruh
Terhadap Kehamilan :  Faktor risiko : B
Terhadap Ibu Menyusui : Sefotaksim didistribusikan ke dalam air susu sehingga penggunaannya pada ibu menyusui harus disertai perhatian
Terhadap Anak-anak :  -
Terhadap Hasil Laboratorium :  Positif pada tes Coombs langsung, positif palsu pada tes glukosa urin menggunakan Cu Sulfat (larutan Benedict, larutan Fehling), positif palsu pada tes kreatinin urin atau serum menggunakan reaksi Jaffe
Peringatan
·         Penyesuaian dosis untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
·         Penggunaan dalam waktu lama dapat mengakibatkan superinfeksi.
·         Arithmia dilaporkan terjadi pada pasien yang diberikan injeksi dengan injeksi bolus via central line.
·         Pasien dengan riwayat alergi terhadap penisilin khususnya reaksi IgE (anafilaktik, urtikaria)

12.  Nama Dagang :Biocef- Cefor- Cefotaxim Hexpharm- Cefovell- Cefoxal- Clacef- Claforan- Clatax- Combicef- Efotax- Goforan- Kalfoxim- Lancef- Lapixime- Procefa- Rycef- Siclaxim- Soclaf- Starclaf- Taximax- Tirdicef- Baxima

SULFONAMID


Sulfonamid adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia.Penggunaan sulfonamide kemudian terdesak oleh antibiuotik.Pertengahan tahun 1970 penemuan kegunaan sedian kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamide untuk pengobatan penyakit infeksi tertent
Sulfonamid merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang sama, yaitu H2N-C6H4-SO2NHR dan R adalah bermacam-macam substituen. Pada prinsipnya, senyawa-senyawa ini digunakan untuk menghadapi berbagai infeksi.Namun, setelah ditemukan zat-zat antibiotika, sejak tahun 1980an indikasi dan penggunaannya semakin bekurang.Meskipun demikian, dari sudut sejarah, senyawa-senyawa ini penting karena merupakan kelompok obat pertama yang digunakan secara efektif terhadap infeksi bakteri
Selain sebagai kemoterapeutika, senyawa-senyawa sulfonamide juga digunakan sebagai diuretika dan antiodiabetika oral.Perkembangan sejarah, pada tahun 1935, Domank telah menemukan bahwa suatu zat warna merah, prontosil rubrum, bersifat bakterisid in vivo tetapi inektif in vitro.Ternyata zat ini dalam tubuh dipecah menjadi sulfanilamide yang juga aktif in vitro.Berdasarkan penemuan ini kemudian disintesa sulfapiridin yaitu obat pertama yang digunakan secara sistemis untuk pengobatan radang paru (1937). Dalam waktu singkat obat ini diganti oleh sulfathiazole  (Cobazol) yang kurang toksik (1939), disusul pula oleh sulfaniazine , sulfmetoksazole, dan turunan-turunan lainnya yang lebih aman lagi. Setelah diintroduksi  derivate-derivat yang sukar resorbsinya  dari usus (sulfaguanidin dan lain-lain), akhirnya disintesa sulfa dengan efek panjang, antara lain sulfadimetoksil (Madribon), sulfametoksipiridazine (Laderkyn), dan sulfalen 

KIMIA
Sulfonamida bersifat amfoter, artinya dapat membentuk garam dengan asam maupun dengan basa.Daya larutnya dalam air sangat kecil garam alkalinya lebih baik, walaupun larutan ini tidak stabil karena mudah terura
            Sulfonamide berbentuk Kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi garam natriumnya mudah larut. Rumus dasarnya adalah :               


Berbagai variasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan substitusi gugvus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya antibakteri sulfonamid

AKTIVITAS ANTIMIKRIBA
            Sulfonamis mempunyai spectrum antibakteri yang luar, meskipun kurang kuat dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten semakin meningkat. Golongan obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamide dapat bersifat bakterisid
Obat-obat ini memiliki daya kerja bakteriostatik yang luar terhadap bakteri Gram positif dan Gram negative tetapi Pseudomonas, Proteus, dan Streptococcus faecalestidak aktif

MEKANISME KERJA
Kuman memerlukan PABA (p-aminobenzoicacid) untuk membentuk asam folat yang digunakan untuk sitesis purin dan asam-asam nukleat. Sulfonamide merupakan penghambat kompetitif PABA




Efek antibakteri sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanah dan jaringan nekrotik, karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang mengandung basa purin nan timidin
Sel-sel mamalia tidak dipengaruhi oleh sulfonamide karena menggunakan folat jadi yang terdapat dalam makanan (tidak mensintesis tersendiri senyawa tersebut)
Dalam proses sintesis asam folat, bila PABA digantikan oleh sulfonamide, maka akan terbentuk asam folat yang tidak berfungsi
Mekanisme kerjanya berdasarkan sintesis (dihidro) folat dalam kuman dengan cara antagonisme saingan dengan PABA. Banyak jenis bakteri membutuhkan asam folat untuk membangun asam-asam intinyaDNA dan RNA. Asam folat ini dibentuknya sendiri dari bahan pangkal PABA  (para-aminobenzoicacid) yang terdapat dimana-mana dalam tubuh manusia. Rumus PABA menyerupai rumus dasar sulfonamide.Bakteri keliru menggunakan sulfa sebagai bahan untuk mensintesa asam folatnya, sehingga DNA / RNA tidak terbentuk lagi sehingga pertumbuhan bakteri terhenti.
Manusia dan beberapa bakteri (misalnya str. faecalis dan Enterococci lainnya) tidak membuat asam folat sendiri, tetapi menerimanya dalam bentuk jadi yaitu dalam bentuk makanan, sehingga tidak mengalami gangguan pada metabolismenya.Dalam nanah terdapat banyak PABA, sehingga sulfonamide tidak dapat bekerja dilingkungan ini. Begitu pula sulfa b=tidak boleh diberikan dengan obat-obat lain yang rumusnya mirip PABA misalnya, prokain, prokain penisilin, benzokain, PAS, dan sebagainya 

PENGGUNAAN DALAM TERAPI/ TATA CARA
Penggunaan sulfonamide sebagai obat pilihan pertama dan untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu makin terdesak oleh perkembangan obat  antimikroba lain yang lebih efektif serta meningkatnya jumlah mikroba yang resisten terhadap sulfa. Namun perananya meningkat kembali dengan ditemukannya konrimoksazole.
Penggunaan topical tidak dianjurkan karena kurang/tidak efektif, sedangkan resiko terjadinya reaksi sensitasi tinggi , kecuali pemakaian local dari NA-sulfasenamid pada infeksi mata.

DOSIS
Guna mencapai kadar darah yang cukup tinggi, pengobatan harus dimulai dengan loading dose, yaitu dosis ganda dari 1-2 gr, untuk pemurnian disusul dengan 0,5-1 gr setiap 6 jam. Derivate-derivat long acting dapat ditakarkan 1 kali sehari
1.    Dosis anak-anak.
Dosis berdasarkan berat badan untuk anak-anak sampai usia 7 tahun adalah relative tinggi karena plama –t1/2 pada mereka jauh lebih singkat dari pada t1/2 orang dewasa. Hanya lambat laun, pada usia lebih kurang 7 tahun, nilainya mencapai taraf normal. Pada umumnya, dosis anak-anak adalah 100-150 mg/kg berat badan atau menurut usia :
Antara 1-3 tahun 1/3, antara 4-10 tahun setenah, dan antara 11-15 tahun ¾ dosis dewasa.
2.    Pengobatan dengan dosis yang tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk  menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi.

SEDIAAN
Sediaan yang beredar dipasaran kebanyakan dalam bentuk tablet dan suspensi.

FARMAKOKINETIK
Absorpsi melalui saluran cerah mudah dan cepat, keculai beberapa macam sulfonamid yang khusus digunakan untuk infeksi local pada usus.Kira-kira 70-100% dosis oral sulfonamid diabsorpsi melalui saluran cerna dan dapat ditemukan dalam urin 30 menit setelah pemberian.Absorpsi terutama terjadi pada usus halus, tetapi beberapa jenis sulfa dapat diabsorpsi melalui lambung
Absorpsi melalui tempat-tempat lain, misalnya vagina, saluran napas, kulit yang terluka, pada umumnya kurang baik, tetapi cukup menyebabkan reaksi toksik atau reaksi hipersensivitas
Reabsorpsinya dari lambung dan usus balik (terkecuali sulfa-usus), PPnya berkisar antara rata-rata 40% (sulfadiazine), 70 % (sulfa-mrtazim dan merazin)  dan 85%-97% untuk derivate lonh active sulfametoksipidazin  dan  sulfadimetoksin. Kecuali obat-obat cdengan pengikatan protein (PP) tinggi, difusinya kedalam jaringan agak baik.Didalam hati sebagian diinaktifkan lewat perombakan menjadi senyawa-asetilnya, yang bersmaan dengan utuhnya dieksresi melalui ginjal. Kadar sulfa aktif dalam urin adalah 10 kali lebih tinggi dari pada kadar dalam plasma, maka layak sekali digunakan sebagai desinfektan saluran kemih
Oral hamper lengkap, 9-100%. Ikatan prptein : sulfametokasazole 68% dan trimetoprim 45%. Metabolisme : sulfametoksazole : N-asetilasi dan glukuronidasi ; Trimetoprim : dimetabolisme menjadi metabolit oksida dan hidroksilat. Waktu paruh eliminasi : Sulfametiksazol 9 jam ; Trimetoprim  6-17 jam ; keduanya diperpanjang pada gagal ginjal ; waktu untuk mencapai puncak diserum dala 1-4 jam. Ekskrsi : keduanya diekskresi diurin sebagai metabolit dan bentuk utuh. Efek penuaan pada farmakokinetik keduanya bervariasi.Peningkatan waktu paruh dan penurunan klirens berkaitan dengan penurunan klirens kreatinin
Penggunaan sulfonamide semakin berkurang dengan semkin banyaknya kuman yang resisten, dan semakin banyaknya antibiotic yang efektif dan kurang toksik.Sulfometoksazole dan trimetropim digunakan dalam bentuk kombinasi (kontrimoksazole) karena sufat sinergistiknya.Trimetripin dapat digunakan tersendiri untuk infeksi saluran kemih, prostat dan saluran nafas, sigelosis dan infeksi salmonella yang infasif 

EFEK SAMPING
Efek samping sulfonamide meliputi ruam, sindrom Stevens-Johnson (eritma multiforme), gagal ginjal (terutama dengan sediaan yang sukar larut), gangguan darah terutama depresi sum-sum tulang dan agranulositosis
Yang ter[penting adalah kerusakan parah pada sel-sel darah, yang berupa antara lain agranulositisis dan anemia hemolitis. Oleh karena itu, bila sulfa digunakan lebih dari 2 minggu perlu dilakukan monitoring darah.Efek samping lainnya adalah reaksi-reaksi alergi, antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens-Jonhson terutama pada anak-anak.Selama terapi, sebaiknya pasien jangan terlalu banyak terkena sinar matahari.Gangguan seluruh pencernaan (mual, diare, dan sebagainya) kadang-kadang juga terjadi. Banyak kristaluria didalam tubuli ginjal  sering terjadi pada sulfa yang sukar larut dalam air seni asam, misalnya sulfadiazine dan turunannya. Resiko kristalisai ini sangat diperkecil ddengan mengguanakan trisulfa, pemberian zat asli (natriumbikarbonat) untuk melarutkan senyawa asetil tersebut atau minum banyak air 

1.  Penggunaan local sebagai salep atau serbuk (inaktifasi oleh nanah) tidak dianjurkan, karena sering kali menimbulkan sensibilisasi dan reaksi kepekaan. Pengecualian adalah sulfacetamin / sulfadikramit dalam tetes mata atau salep mata, serta silfersidfadiacin pada luka bakar serius.
2.  Kehamilan dan laktasi. Penggunaan sulfonamide harus dihindari pada bulan-bulan terakhir kehamilan, karena resiko-resiko timbulnya ketrus inti pada neonati (akibat pembebasan bilirubin dari ikatan protein plasmanya). Penggunaanya pada bulan-bulan pertama kehamilan tidak terdapat cukup data. Karena senyawa-senyawa ini masuk kedalam air susu ibu, maka ada kemungkinan timbulnya iceterus, hiperbilirubinemia, dan reaksi-reaksi alergi pada bayi yang diberi susu ibu.
3.  Kontrimoksazole tidak boleh diberikan pada bayi dibawah uaia 6 bulan  berhubung resiko efek-efek sampingnya. Semua sulfonamide tidak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal.

KOMBINASI DENGAN TRIMETOPRIM
Senyawa yang memperlihatkan efek sinergistik paling kuat bila digunakan besama sulfonamide ialah trimetropim.Senyawa ini merupakan senyawa penghambat enzim dihidrofolat reduktase yang kuat dan selektif.Enzim ini berfungsi mereduksi asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat, jadi pemberian sulfonamid bersama trimetropim menyebabkan hambatan berangkai dalam reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat
Kontrimoksazole adalah suatu kombinasi dari sulfonametoksazol + trimetoprim dalam perbandingan 5:1 (400 : 80 mg). yang terakhir adalah suatu obat malaria dengan spectrum kerja antibakteril yang mirip sulfa dan efektif terhadap sebagian besar kuman Gram-positif dan Gram-negatif. Walaupun kedua komponen masing-masing hanya bersifat bakteriostatik, kombinasinya berkhasiat bakterisid terhadap bakteri yang sama juga terhadap  Salmonella, proteus, dan  H. influenza. Pada umumnya kombinasi dari  sulfonamide + trometoprim memperkuat khasiatnya (potensial) serta menurunkan resiko resistensi dengan kuat. Kombinasi trimertoprim + sulfa lain dengan sifat-sifat dan penggunaan sama dengan kontrimoksazole adalah
1.    Supristol = sulfamoxol 200 mg + trimetoprim 40 mg
2.    Kelfprim = sulfalen 200 mg + trimetoprim 250 mg
3.    Lidatrim = sulfametrol 400 mg + trimetoprim 80 mg
Mekanisme kerjanya berdasarkan teori sequential blockade dari  Hitchings (1966), yakni bila dua obat bekerja  terhadap dua titik berturut-turut dari suatu proses enzim bakteri, maka efeknya adalah potensial. Dalam hal ini, proses enzim adalah sintesis protein (DNA / RNA) dari bahan pangkal PABA, yang scara skematid dapat digambarkan sebagai berikut (Tjay, 2002): Disini terlihat bahwa sulfonamide  mengganggu proses ini, antara langkah 1 dan 2, dengan cara persaingan dengan substrat (bahan pangkal) sedangkan trimetoprim mengintervensi antara langkah 2 dengan 3 dengan merintangi enzim dihidrofolatreduktase, yang mereduksi  dihidrofolic acid (DHFA)  menjadi tetrahidrofoloc acid  (THFA). Akibatnya adalah terhentinya  sintesis folinic acid  yang merupakan bahan pangkal untuk mensintesis purin  dan DNA/RNA, sehingga pembelahan sel dihentikan. Keuntungan penting lain dari kombinasi ini adalah  timbulnya resistensi lebih lambat dari pada komponen-komponennya sendiri. Hal ini adalah jelas, karena bakteri yang menjadi resisten untuk salah satu komponen masih dapat dimusnahkan oleh yang lain.
  
KONTRAINDIKASI
Sulfonamide tidak digunakan pada :
1.    Penyakit ginjal dengan kecendrungan pembentukan udem dan insufisiensi ekskresi
2.    Pada insufisiensi jantung
3.    Pada porfira akut
4.    Devisiensi bawaan dari glukosa-6-fosfat dehidrogenase
5.    Kerusakan parenkim hati yang parah
6.    Adanya hipersensivitas terhadap sulfonamide yang diketahui atau timbul selama pengobatan
7.    Perubahan komponen darah

NAMA DAGANG DALAM PASARAN
Contoh nama dagang obat yang beredar yaitu Contrimoksazol (Generik) suspensi 240 mg/5 ml ; Tablet 480 mg. Abatrim (Mata Galenika) Tablet 480 mg. Bactoprim(Combiphar) suspensi 240 mg/5 ml ; Tablet 480 mg, 960 mg.

Mengenai Saya

Foto saya
Makassar, Indonesia
tiga benda yg identik dengan z... baju lab__ tas ransel__ kaca mata__